Selasa, 22 November 2011

Masalah Etis

BAB 1.    PENDAHULUAN


Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang ikut berperan dalam upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan pada berbagai sarana pelayanan kesehatan, baik dirumah sakit maupun dikomunitas. Keperawatan merupakan profesi yang dianggap sebagai kunci keberhasilan pelayanan dirumah sakit karena perawat yang selalu ada dua puluh empat jam bersama pasien yang selalu memantau perkembangan kesehatan klien. 
Sebagai perawat yang profesional harus memiliki kompetensi yang diharapkan yaitu kompetensi intelektual, interpersonal, dan teknikal, serta berlandaskan pada etika profesi (Sumujatun, 2011: 1—2). Masalah yang berkaitan dengan etika (ethical dilemmas) telah menjadi masalah utama di samping masalah hukum, baik bagi pasien, masyarakat, maupun pemberi asuhan kesehatan. Masalah etika menjadi semakin luas karena ada kemajuan ilmu kedokteran dan teknologi yang secara cepat dapat mempertahankan atau memperpanjang hidup manusia. Pada saat yang bersamaan pembaharuan nilai sosial dan pengetahuan masyarakat menyebabkan  semakin paham atas hak-hak individu, kebebasan, dan tanggung jawab dalam melindungi hak yang dimiliki. Dari berbagai faktor tersebut, perawat menghadapi berbagai dilemma. Setiap dilemma membutuhkan jawaban yang tepat tentang suatu hal baik dikerjakan untuk pasien dan keluarga. Untuk itu, diperlukan etika dalam membuat  keputusan atas suatu tindakan keperawatan.


BAB 2.    PEMBAHASAN


2.1  BERKATA JUJUR

1.2.1             DEFINISI

Dalam konteks berkata jujur ada suatu istilah yang disebut desepsi, berasal dari kata deceive yang berarti membuat orang percaya terhadap suatu hal yang tidak benar, menipu atau membohongi. Desepsi meliputi berkata bohong, mengingkari atau menolak, tidak meberikan informasi dan membeikan jawaban tdak sesuai dengan pertanyaan atau tidak memberikan penjelasan sewaktu informasi dibutuhkan.
Konsep kejujuran (veracity) merupakan prinsip etis yang mendasari berkata jujur. Seperti juga tugas yang lain, berkata jujur bersifat prima facie (tidak mutlak) sehingga desepsi pada keadaan tertentu diperbolehkan. Beberapa alas an dikemukakan dan mendukung posisi bahwa perawatharus berkata jujur yaitu : merupakan hal yang penting dalam hubungan saling percaya perawat-pasien; pasienmempunyai hak untuk mengetahui; merupakan kewajiban moral; menghilangkan cemas dan penderitaan;  meningkatkan kerjasama pasien maupu keluarga; dan memenuhi kebutuhan perawat (Priharjo, 2009: 22)

1.2.2             KASUS

Seorang perawat setelah mengambil hasil laboratorium yang menyatakan bahwa klien yang bernama R mengalami kanker otakstadium akhir, dan menurut pemeriksaan sisa hidupnya hanya satu minggu lagi. Perawat tersebut binggung ketika klien tersebut bertanya tentang hasil laboratorium yang menyatakan tentang penyakitnya.

1.2.3             PENDAPAT

perawat harus mengatakan hasil yang ada tetapi jangan mengatakan jika perkiraan sisa hidupnya satu minggu lagi serta menggunakan bahasa yang halus dan tepat sehingga tidak membuat pasien tersebut syok atau kaget serta beikan semangat untuk hidup supaya pasien tidak mengalama HDR (Harga Diri Rendah).  Pendapai ini sesuai dengan konsep kejujuran, seorang perawat harus tetap jujur karena sesuai dengan prinsip etis tetapi bersifat prima facie (tidak mutlak) sehingga desepsi (berkata bohong) pada keadaan tertentu diperbolehkan.

2.2  AIDS

2.2.4             DEFINISI

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) pada awalnya ditemukan pada masyarakat gay di Amerika Serikat pada tahun 1980 atau 1981. AIDS juga pada mulanya ditemukan di Afrika. Saat ini, AIDS hamper ditemukan disetiap Negara, termasuk Indonesia.
Menurut Forrester; lih. McCloskey, 1990 Karena pada awalnya ditemukan pada masyarakat gay (homoseksual), maka muncul anggapan yang tidak tepat bahwa AIDS merupakan gay disease. Pada kenyataan AIDS juga mengenai biseksual, heteroseksual, kaum pengguna obat, dan prostitusi (Priharjo, 2009: 22--23).

2.2.5             KASUS

Seorang perawat diminta melatih sukarelawan yang bekerja dalam suatu organisasi untuk membantu penderita AIDS. Mereka mendiskusikan kegiatan seksual yang digolongkan berisiko tinggi, sedang, dan rendah. Perawat menjelaskan bahwa senggama melalui dubur jauh lebih besar rsikonya daripada cara yang lazim. Salah seorang peserta kurang bisa menerima penjelaan tersebut dan meminta bukti yang menguatkan hal tersebut. Perawat menjadi gelisah karena ia tidak bisa menunjukkan bukti yang diminta itu, walaupun ia yakin bahwa hal yang disampaikan itu memang benar.

2.2.6             PENDAPAT

Sebagai perawat kita jelaskan dengan bahasa yang mudah difahami serta kita dapat memberikan contoh-contoh karena dengan menggunakan contoh-contoh  akan lebih mengerti dan faham jadi kemungkinan orang tersebut tidak menuntut agar perawat menunjukkan bukti.


2.3  ABORTUS

3.2.7             DEFINISI

Bila janin keluar dibawah usia kehamilan 20 minggu disebut ‘aborsi’, sedangkan jika usia kehamilan diatas 20 minggu disebut ‘kelahiran’. Menurut WHO sesuai dengan pengertian mendasrnya maka definisi mengartikan aborsi sebagi berakhirnya suatu kehamilan sebelum vialility, yaitu sebelum janin mampu hidup sendiri di luar kandungan, yang diperkirakan usian kehamilannya dibawah 20 minggu (ed: Anshar, dkk, 2002:52—53).

3.2.8             HUKUM

Perkembangan hukumdi Indonesia yang semula berangkat dari pelanggaran aborsi dengan alasan apapun dalam  KUHP, telah menimbulkan masalah karena terjadinya banyak praktek aborsi yang dilakukan oleh tenaga tidak terlatih yang berakibat kematian ibu dan kesakitan ibu. Di dalam KUHP terdapat 4 pasal tentang aborsi yang dikategorikan sebagai  tidak pidana atau kejahatan diatur dalam pasal 299, 346, 347, dan 348.
·           Pasal 299 KUHP diatur untuk menjaring orang-orang yang ‘mengobati’ perempuan atau melakukan sesuatu terhadap perempuan dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa oleh karena perbuatan itu dapat terjadi pengguguran kandungan. Jika seseorang melakukan pengguguran kandungan dengan mengharapkan keuntungan, dan bila melakukan kejahatan dalam jabatannya, maka ia bisa dipecat.
·           Pasal 346 KUHP mengatur pidana 4 tahun dapat dikenakan kepada perempuan yang mencari pertolongan aborsi
·           Pasal 347 KUHP mengatur pidana dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja menyebabkan gugur kandungan tanpa seijin perempuan tersebut. Dan bila perempuan tersebut meningggal dunia, maka hukumnya akan lebih berat lagi (maksimal 12 tahun).
·           Pasal 348 KUHP, mengatur pihak-pihak yang dapat terkena sanksi pidana maksimal 5—6 tahun, bila melakukan pengguguran kandungan dengan seijin perempuan tersebut. Tambahan hukuman dikenakan bila pengguguran kandungan tersebut menyatakan kematian perempuan tersebut.
Namun demikian rencana KUHP yang dipersiapkan untuk mengubah KUHP yang berlaku saat ini, nampaknya tidak memberikan perubahan ke arah perbaikan malah sebaliknya. Karena dalam rancangan KUHP ini pengaturan aborsi tidak disamakan dengan pembunuhan. Oleh karena itu, pengaturan aborsi seharusnya tidak diatur dalam KUHP melainkan diatur dalam undang-undang kesehatan (ed: Anshar, dkk, 2002:59—63).

3.2.9             KASUS

Seorang ibu muda bernama Ny.S berusia 21 tahun sedang hamil anak pertama. Tetapi ternyata kehaliman tersebut mengalami gangguan yaitu ternyata Ny. S tersebut mengidap penyakit jantung yang menghgaruskan untuk mengaborsi atau mengugurkan janinnya karena dapat mengancam nyawanya. Tetapi Ny.S tidak mau karena kehamilan tersebut sudah ditunggu-tunggu setelah satu tahun menikah sedangkan suaminya menyetujui aborsi tersebut.

3.2.10         PENDAPAT

Jika seorang wanita yang sedang hamil mengalami masalah pada kehamilannya maka boleh digugurkan (aborsi) tetapi dengan persetujuan dari wanita yang sedang hamil tersebut dan juga atas persetujuan suaminya. Akan tetapi kita bisa menjelaskan terlebih dahulu kepada pasangan tersebut kenapa harus diaborsi dan akibat yang akan diterima atau dialami jika dilakukan aborsi.

2.4  MENGHENTIKAN PENGOBATAN, CAIRA, DAN MAKANAN

4.2.11         DEFINISI

Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia. Meberikan makan dan minuman adalah tugas perawat. Selama perawatan sering kali perawat menghentikan pemberian makanan dan minuman, terutama bila pemberian tersebut justru membahayakan pasien, misaknya pada pre dan post operasi.
Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjadi ketidak jelasan anatara member atau menghentikan makanan dan minuman serta ketidak pastian tentang mana yang lebih menguntungkan pasien. Ikatan Perawat Amerika (ANA, 1988)menyatakan bahwa tindakan penghentian dan pemberian maka kepada pasien oleh perawat secara hokum diperbolehkan dengan pertimbangan tindakan ini mengguntungkan pasien

4.2.12         KASUS

Ny.A 21 tahun, koma selama 21 hari stelah mengalami kecelakaan yang cukup hebat. Selama koma 21 hari Ny.A tidak mengalami perubahan dan tidak kunjung sadar juga. Kemudian suami Ny.A meminta kepada perawat untuk mencabut atau menghentikan selang-selang pengobatan, cairan, dan makanan yang terpasang di tubuh istrinya karena kasihan melihat istrinya seperti itu.

4.2.13         PENDAPAT

Jangan menghentikan atau mencabut selang-selang bantuan tersebut karena jika dihentikan kita sebagai perawat telah melanggar ketentuan untuk membantu menyelamatkan atau mempertahankan hidup seorang manusia. Kita sebagai perawat harus memberikan pengertian atau penjelasan kepada suami Ny.A tentang kegunaan selang-selang yang terpasang ditubuh istrinya untuk mempertahankan hidup dan untuk kesembuhan atau pengobatan istrinya.



2.5  EUTHANASIA

5.2.14         DEFINISI

Secara harfiah Euthanasia terdiri dari dua kata: eu dan thanasia. Eu berarti “baik”. Dan thanasia berarti “mati”. Euthanasi berarti mati secara baik, atau mati secara tenang. Biasanya penderita yang melakukan euthanasia seperti ini telah menderita sakit berat. Di negri-negri di mana hukum telah membolehkan seseorang melakukan euthanasia, penderita yang tidak kuat lagi menahan sakitnya yang telah lama, meminta diberi kesempatan oleh dokter untuk mati (Taher,Tarmizi, 2003: 77).

5.2.15         HUKUM

Kitap undang-undang Hukum Pidana mengatur seseorang dapat dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja atau pun kurang hati-hati. Ketentuan pelanggaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.
Pasal 344 KUHP :
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang tu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alas an kuat untuk membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman, hukuman ini harus dihadapinya.
Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal di bawah ini perlu diketahui oleh dokter :           
            Pasal 338 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
            Pasal 340 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, duhukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
            Pasal 359 KUHP :
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurang selama-lamanya satu tahun (Hanafiah,M. Jusuf dan Amir, Amri. 1999:108).

5.2.16         KASUS

Seorang perawat mengakhiri hidup tiga orang tua penghuni panti jompo yang dalam keedaan koma. Perawat tersebut pernah membicarakan dengan sanak keluarga ke tiga korban yang umumnya dapat menerima tindakan tersebut, meski tidak ada permohonan euthanasia yang diajukan dengan petugas. Akan tetapi perawat itu tidak meminta pendapat teman satu profesi yang lain.

5.2.17         PENDAPAT

Menurut hokum euthanasia diatas seharusnya perawat tidak melakukan tindakan tersebut karena itu sama saja dengan pembunuhan berencana dan dapat diancam hukuman penjara selama seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya 20 tahun sesuai dengan pasal 340 KUHP.

2.6  TRANSPLANTASI ORGAN

6.2.18         DEFINISI

Transpaltasi organ dan atau jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat denga pasien gangguan fungsi organ tubuh yang berat.

6.2.19         HUKUM

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam seminar nasional telah mencetuskan fatwah tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No. 321/PB.A.4/07/90. Dalam fatwah tersebut terdapat pasal-pasal sebagi beriku :
Pasal 10 :
Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana maksud didalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11 :
1.      Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh Menter Kesehatan.
2.      Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau megobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12 :
Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh dua orang dokter yang tidak ada sangkut paut medic dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13 ;
Persetuuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a, pasal 14 dan pasal 15 dibuat diatas kertas bermaterai dengan dua orang saksi.
Pasal 14 :
Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan trasplantasi atau Bank Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluarga terdekat.
Pasal 15 :
1.      Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dibeerikan oleh donor hdup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
2.      Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yan bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemeberitahuan tersebut.
Pasal 16 :
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal 17 :
Dilarang menjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18 :
Dilarang mengirim atau menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Dalam Undang-Undang Kesehatan kembali ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari keuntungan, jual beli dan komersialisasi bentuk lain (Hanafiah,M. Jusuf dan Amir, Amri. 1999: 112--114).

6.2.20         KASUS

Ada seorang pasien yang telah meninggal dunia tetapi sebalum meninggal pasien tersebut berkata kepada kelurganya dan seorang perawat bahwa setelah dia meninggal mata yang dia miliki akan didonorkan untuk seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya agar dia bisa melihat indahnya dunia lagi. Setelah pasien tersebut meninggal mata pasien tersebut segera diambil dan segera diberikan kepada penerima donor tersebut, tetapi keluarga pasien meminta uang karena telah diberikan mata saudaranya.

6.2.21         PENDAPAT

Menurut pasal 16 diatas donor atau keluarga pendonor yang  meninggal dunia tidak atas kompensasi material maupun imbalan transplantasi. Jadi kita harus menjelaskan bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan tetapi penyampaiannya dengan menggunakan bahasa yang baik dan tepat tanpa menyakiti atau menyinggung keluarga pendonor.

2.7  INSEMINASI ARTIFISIAL

7.2.22         DEFINISI

Inseminasi artificial merupakan prosedur untuk menimbulkan kehamilan dengan cara mengumpulkan seperma seorang pria yang kemudia dimasukkan ke dalam uterus wanita saat terjadi ovulasi. Teknologi yang lebih baru pada inseminasi artificial adalah dnegan menggunakan untrasound dan stimulasi ovum sehingga ovulasi dapat diharapkan pada waktu yang tepat. Sperma dicuci dengan cairan tertentu untuk mengendalikan motilitasnya, kemudian dimasukkan kedalam uterus wanita (Suhaemi, 2002: 49).

7.2.23         HUKUM

Selama pra-embriobelum berada di dalam kandungan belum ada ketentuan hokum yang mengatur haknya. KUHP yang mengatur mengenai penguguran kandungan seperti pasal 346, 347, 348, dan 349 tidak menyebutkan keterangan bagi embrio yang masih dilur kandungan. KUHP pasal 2 yang berbunyi: anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Jadi pra-embrio tidak sama dengan anak dalam kandungan.
KUHP pasal 499 mengatakan : menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat berpindah atau dipindahkan. KUHP 255 menyeutkan : anak yang dilahirkan tigaratus hari setelah perceraian adalah tidak sah. Pada penundaan pengembalian embrio ke dalam rahim ibu bisa timbul masalah hokum apabila ‘ayah’ embrio tersebut meninggal atau telah bercerai denan ‘ibu’nya. Pada embrio yan didonasikan kepada pasangan infertile lain,dari segi hokum perlu dipertanyakan apakah anak itu sah secara hukum (Wiradharma, 1996: 121—122).

7.2.24         KASUS

Sepasang suami istri telah menikah selama sembilan tahun tetapi belum diberi ketrunan. Berbagai hal yang membuat hamil telah dicoba dan pasangan suami istri tersebut sudah pergi ke dokter untuk memeriksakan kepada system reproduksi mereka dan ternyata semua normal. Kemudian dengan saran dari dokter pasangan suami istri tersebut melakukan inseminasi artificial (bayi tabung).

7.2.25         PENDAPAT

Inseminasi artificial boleh dilakuakn tetapi terlabih dahulu harus tahu resiko apabila setelah melakukan inseminasi artificial (bayi tabung) tersebut tidak berhasil, serta harus benar-benar menyiapkan kondisi kesehatn sebelum melakukan inseminasi artificial (bayi tabung) supaya kemungkin berhasilnya lebih besar.

2.8  TRANSFUSI DARAH      

8.2.26         DEFINISI

Dr. Ahmad Sofyan mengartika transfuse darah dengan istilah “pindah-tuang darah”, sebagaimana dikemukakan dalam rumusan definisinya yang berbunyi:“Pengertian pindah-tuang darah adalah memasukkan darah orang lain ke dalam pembuluh darah orang yang ditolong”. Haruslah terpatri dalam benak’ kita bahwa transfusi darah adalah upaya untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah perburukan, dan jangan dilakukan semata- mata untuk mempercepat penyembuhan. Untuk itulah indikasi transfusi haruslah ditegakkan dengan sangat hati- hati, karena setiap transfusi yang tanpa indikasi adalah suatu kontraindikasi (http://tafany.wordpress.com/2009/06/12/transfusi-darah/).

8.2.27         HUKUM

Berdasarkan Peraturan Pemerintah 18/1980 tentang Transfusi Darah pada intinya menjelaskan
            BAB I  KETENTUAN UMUM
Pasal 1: Intinya menjelaskan tentang definisi transfusi darah , penyumbangan darah dan pengertian dari darah.
            BAB II PENGADAAN DARAH
Pasal 2 : Menerangkan bahwa pengadaan darah diadakan secara sukarela tanpa pemberian penggantian berupa apapun.
            BAB III PERBUATAN YANG DILARANG
                        Pasal  3 :  Dilarang menjual belikan darah denga dalih apapun.
Pasal  4 :  Dilarang mengirim dan menerima darah dalamsemua bentuk ke dan dari luar negeri.
Pasal   5 :  Laranga tersebut dalam pasal 4 tidak berlaku untuk : keperluan penelitian ilmiah dan atau dalam rangka kerjasama antara Perhimpunan Palang Merah Indonesia denga Perhimpunan Palang Merah lain atau badan-badan yang tidak bersifat komersil dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri.
            BAB IV PENGELOLAAN DAN BIAYA
Pasal 6 : Intinya menjelaskan pengelolaan dan pelaksanaan darah ditugaskan oleh Palang Merah Indonesia.
Pasal 7 : Pengelolaan darah harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 8  : Pengelolaan darah harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 9   : Biaya yang diperlukan untu pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) menjadi tanggung jawab Palang Merah Indonesia.
Pasal 10 : Biaya pengolahan dan pemberian darah kepada si penderita ditetapkan dengan keputusan Menteri atas usul Palang Merah Indonesia dengan memperhitungkan biaya-biaya untuk pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan tanpa memperhitungkan laba.
            BAB V BIMBINGAN DAN PENGAWASAN
Pasal 11 : Bimbingan dan pengawasan penyelenggaraan usaha transfusi darah ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12 : Dalam pelaksanaan tugas sebagimana dimaksud dalam pasal 11 pengurus Besar Palang Merah Indonesia bertanggung jawab kepada Menteri.
            BAB VI TANDA PENGAHARGAAN
Pasal 13 : Palang Merah Indonesia dapat memberikan penghargaan kepada penyumbang darah.
            BAB VII KETENTUAN PIDANA
Pasal 14 : Barang siapa melanggar ketentuan pasal 2, pasal 3, pasal 4, dan pasal 8 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (Tujuh ribu limaratus rupiah * 1967).
            BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15 : Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan diatur lebih lanju oleh Menteri.
Pasal 16 : Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (http://tafany.wordpress.com/2009/06/12/transfusi-darah/).

8.2.28         KASUS

Ny. T sedang mengalami perdarahan yang hebat dan harus segera mendapatkan tembahan darah karena daah yang dikeluarkan sangat banyak. Untuk mendapatkan donor darah yang sesuai dengan golongan darah Ny. T, keluarga Ny.T harus mencari seseorang yang mau menjadi donor darah untuk Ny. T karena stok atau persediaan darah di PMI yang sesuai dengan golongan darah Ny.T sedang habis dan tidak ada anggota keluarga dari Ny.T yang golongan darah sesuai. Setelah anggota keluarga Ny. T  mencari-cari orang yang mau menjadi donor darah, ternyata ada salah seorang yang mau mendonorkan darahnya tetapi dengan imbalan. Dengan terpaksa keluarnga Ny. T tersebut pun mau.

8.2.29         PENDAPAT

Menurut Peraturan Pemerintah tentang Transfusi Darah pada BAB III pasal 3 menyatakan bahwa dilarang menjal belikan darah dalam dalih apapun. Jika kita mengetahui hal tersebut sebaiknya sebagai perawat kita memberitahu atau memberikan nasehat agar tidak meminta imbalan untuk darah yang telah ia donorkan  dengan kata-kata yang tepat dan tidak menyinggung perasaan pendonor tersebut karena sudah ada hukum yang mengatur tentang Transfusi Darah.

2.9  KLONING

9.2.30         DEFINISI

Makna kata cloning sebenarnya cukup sederhana yaitu “a clone of an organism that genetically is indential to another”. Artinya, “ Sebuah upanya penggandaan, penduplikasian organism yang secara genetis sama atau identik satu sam lain”. Kloning adalah sebuah proses pembiakan buatan. Dalam perkembanga ilmu dan teknologi; kemudian, makna cloning adalah “ the technique of producing a genetically identical duplicate of an organism by replacing the nucleus of an unfertilized ovum with the nucleus of a body cell from the organism”. Artinya “Sebuah teknik memproduksi sebuah duplikat yang secara genetis sama dari sebuah organism dengan menggantikan inti sel telur yang belum terbuahi dengan inti sel tubuh dari organism tersebut” (Taher, 2003 : 65—66).

9.2.31         KASUS

Ada salah seorang klien wanita yang bercerita kepada perawat bahwa ia ingin mempunyai anak tetapi tidak ingin mempunyai suami. Tetapi wanita tersebut tidak mau dengan menggunakan sperma orang lain yang dimasukkan ke dalam rahimnya atau dengan cara bayi tabung. Wanita tersebut ingin melakukan kloning, perawat tersebut pun bingung akan menjawab apa, karena kloning masih menjadi pro dan kontra didunia.

9.2.32         PENDAPAT

Karena masih terdapat pro dan kontara di berbagai belahan dunia, sebaiknya jika ingin hamil tanpa suami sebaiknya dengan bayi tabung, tetapi harus sebelum melakukan bayi tabung harus tahu terlebih dahulu resiko atau akibat yang akan terjadi setelah atau sebelum bayi tersebut lahir. Tetapi alangkah lebih baiknya jika perawat mengatakan kepada wanita tersebut jika ingin mempunyai anak lebih baik mempunyai suami, dengan menggunakan bahasa yang baik dan tidak menyakitti perasaan wanita tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar