Kamis, 17 November 2011

Terapi Gagal Jantung


TERAPI GAGAL JANTUNG

Makalah ini Disusun Untuk Melengkapi Salah Satu Tugus Mata Kuliah Bahasa Indonesia Tahun Ajaran 2010/2011

49133_100000734571816_9863_n



                                      
DISUSUN OLEH :
  ANA NUR HIDHAYATI
3210049

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDRAL AHMAD YANI
YOGYAKARTA
2010


                                                 A.     Pendahuluan
Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang berfungsi untuk memompa dan mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Hal tersebut dapat berlangsung dengan baik apabila kemampuan otot jantung cukup baik, sistem katup, dan irama pemompaan yang baik (Muttaqin, 2009:196).
Apabila ditemukan ketidaknormalan pada salah satu fungsi jantung, maka kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan pada pemompaan darah. (Muttaqin, 2009:196)
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar lebih mengerti atau paham tentang terapi penyakit gagal jantung.
Pada makalah ini akan membahas tentang maksud, penyebab, pengobatan, perawatan terhadap pasien dengan penyakit gagal jantung.
Gagal jantung merupakan keadaan jantung tidak dapat lagi
memberikan peredaran darah yang cukup bagi kebutungan tubuh, walaupun tekanan pada pengisian vena normal.(Papadaksi, dkk, 2002:326)
B.     Terapi Gagal  Jantung
I.                   Terapi Farmakologi
1.      Tetrapi Diuretik
Menurut Papadaksi dkk (2002:333), diuretik merupakan cara paling efektif maradakan gejala pada pasien-pasien dengan gejala gagal jangtung kogestif sedang sampai berat. Pada pasien dengan tanda-tanda retensi cairan hanya sedikit pasien yang dapat diterapi secara optimal tanpa diuretik. Tetapi dieresis berlebih dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit dan aktivitas neuhormonal. Sebagai terapi awal pada pasien dengan gejala nyata sebaiknya digunakan kombinasi antara diuretik penghambat dan ACE. Jika retensi cairan hanya sedikit, dapat diberikan diuretik tiazid (hidroklorotiazid, 25--50 mg; metolazon, 2,5—5 mg; klotalidon, 25—50 mg; dan lian-lain) dapat efektif. Obat-obat memblok reabsorsinatrium di cortical dituling segment pada bagian akhir loopof henle dan di bagi proksimal tubulus convulatus distalis. Hasilnya terjadi natriuretis dan kaliuretis. Obat-obat ini aktivitas penghambatan carbonic anhydrase-nya juga lemah, sehingga menimbulkan penghambatan reabsorsi natrium di tubulus proksimal.
Diuretik adalah bagian penting dari perawatan gagal jantung kogestif yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi gejala-gejala dari penahanan cairan. Obat ini dapat membantu menahan pembentukan cairan dalam paru-paru dan jaringan-jaringan lain dengan memajukan aliran dari cairan melalui ginjal. Walaupun obat ini efektif dalam mengobati gejala-gejala seperti sesak napas, dan pembengkakan kaki, obat ini tidak menunjukkan dampak positif pada kelangsungan          hidup            jangka  panjang           
(bdk http://www.totalkesehatananda.com/congestiveheart7.html).
Meskipun demikian, diuretics tetap menjadi kunci dalam mencegah pemburukan dari kondisi pasien, sehingga dapat mengurangi waktu perawatan di rumah sakit. Ketika penyakit gagal jantung kogestif sudah parah sehingga perlu di rawat di rumah sakit, apabila diperlukan diuretics sering dilakukan dengan cara memasukkan secara intravena karena kemampuan untuk menyerap diuretics            secara  oral      terganggu       
 (bdk http://www.totalkesehatananda.com/congestiveheart7.html).
Keefektifan dari terapi diuretic dapat dievaluasi dengan berubahnya berat badan setiap hari. Apabila pasien itu berat, pengukuran berat dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan pakaian yang sama dengan alat atau skala yang sama. Jika pasien mampu berdiri dalam timbangan skala, timbangan stretcher bed dapat digunakan (Asih, 1993:163).
Terapi diuretics selain dapat mengobati atau mengurangi rasa sakit dari gagal jantung juga mempunyai beberapa efek samping yang antara lain dehidrasi, kelainan-kelainan elektrolit, tingkat potassium yang sangat rendah, gangguan pendengaran, dan tekanan            darah   rendah
(bdk http://www.totalkesehatananda.com/congestiveheart7.html).
2.      Terapi Beta-blocker
Beta-blocker adalah agen-agen yang menghalangi aksi dari hormone-hormon yang menstimulasi reseptor-reseptor beta dari jaringan-jaringan tubuh. Terapi beta-blocker secara tradisi sudah tidak digunakan pad pasien gagal jantung kogestif, karena diasumsikan menghalangi reseptor-reseptor beta jauh menekan dari fungsi          jantung                       
(bdk http://www.totalkesehatananda.com/congestiveheart7.html).
Meskipun beta-blocker umunya dikontraindikasikan untuk pasien-pasien dengan gagal jantung karena obat ini dapat memblok kerja kompensasi sistem safar simpatis, tetapi saat ini semakin banyak terbukti bahwa obat ini sangat bermanfaat untuk pasien. Mekanisme-mekanisme efek yang menguntungkan ini masih belum jelas, tetapi tapaknya peningkatan katekolamin dan aktivitas system saraf simpatis dalam jangka lama memperburuk fungsi dan dilatasi ventrikel kiri. Bukti utama hipotesis ini adalah bahwa selama periode 3-6 bulan beta-blocker menimbulkan peningkatan fraksi ejeksi secara konsisten (rata-rata meningkat 10 % absolute), serta menurundan ukuran dan massa ventrikel kiri (Papadaksi dkk, 2002:337).
Pasein yang stabil masih dapat mengalami pemburukan jika diberikan beta-blocker, maka harus diberikan secara bertahap dan dengan sangat hati-hati. Carvedilol dimulai dengan dosis 3,125 mg dua kali sehari dan dapat ditingkatkan sampai 6,25, 12,5, dan 25 mg dua kali sehari dengan selang waktu kira-kira dua minggu. Protokol untuk prnggunaan untuk penggunaan metoprolol dimulai pada 12,5 atau 25 mg empat kali sehari dan dilipat gandakan dengan selang waktu 2—4 minggu sampai dosis target 200 mg empat kali sehari (menggunakan Toprol XL sediaan lepas lambat). Bisprolol diberikan pada 1,25, 2,5, 3,75, 7,5, dan 10 md empat kali sehari, dengan dinaikkan dalm selang waktu 1—4 minggu (Papadaksi dkk, 2002:337).
Pasien –pasien sebaiknya dianjurkan untuk memonitor berat badannya dirumah dan jika ada peningkatan atau perubahan gejala segera dilaporkan. Sebelum masing-masing dosis ditingkatkan, pasien sebaikknya diperiksa ulang untuk memastikan bahwa tidak ada retensi cairan atau pemburukan gejala. Jika gagal jantung memberat, keadaan ini biasanya diatasi dengan meningkatkan dosis diuretik dan menunda peningkatan beta-blocker dosis selanjutnya, meskipun kadang-kadang diperlukan penyesuaian dengan menurunkan dosis atau bahkan menghentikan pemberian beta-blocker. Karena efek aktivitas penghambatan  terhadap resepror alfa, maka carvedilol dapat menyebabkan dizziness atau hipotensi. Keadaan ini biasanya diatasi dengan menurunkan dosis vasodilator lain dan dengan memperlambat penambahan dosis (Papadaksi dkk, 2002:337).
Penelitian telah menunjukkan manfaat klinik dari beta blocker dalam memperbaiki fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada pasien gagal jantung kogestif yang telah meminum ACE inhibitors. Beta-blocker pada umumnya tidak harus digunakan pada pasien denga penyakit-penyakit saluran-saluran udara tertentu, (misalnya asma, emphysema) atau denyut-denyyut jantung istirahat yang    sangat  rendah (bdk http://www.totalkesehatananda.com/congestiveheart7.html).
3.      Terapi Antiaritmia
Pasien-pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat insidensi untuk mengalami aritmia simtomatik maupun asimtomatik cukup tinggi. Meskipun pasien yang mengalami sinklopen atau presinkope akibat takikardi ventrikel tidak terus-menerus yang asimtomatik. Aritrmia ini menandakan prognosisnya buru, terlepas dari beratnya disfungsi fentrikel, tetapi sebagian kematian kemungkinan tidak berkaitan dengan aritmia. Beta-blocker dapat memperbaiki prognosis secara umum dan mempengaruhi insidensi kematian mendadak, sehingga sebaiknya diberikan pada keadaan-keadaan tersebut seperti halnya pada pasien gagal jantung lainnya (Papadaksi dkk, 2002:342).
Pasien-pasien dengan aritmia ventrikel yang secara hemodinamik tidan stabil dan pasien yang selamat dari mati mendadak memerlukan intervensi serius. Umumnya jika harapan hidup pasien cukup lama dan stabil, gagal jantung non refakter, pendekatan yang dipilih adalah dengan implantasi defibrillator (bersamaan dengan pemberian beta-blocker). Belum ada data yang memadai untuk membuat rekomendasi bagi piƱata laksanaan pasien-pasien dengan aritmia ventrikuler tidak terus-menerus asimtomatik. Terapi pilihan pertama adalah dengan beta-blocker, tetapi tidak ada bukti bahwa obat-obat antiaritmia bermanfaat, dan resikonya cukup besar (kecualai pada pemberian amiodaron) (Papadaksi dkk, 2002:342)
4.      Terapi Nitrat dan Vasodilator
Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, telah
            Didukung dalam pelaksanaan gagal jantung. Dengan menyebabkan
            Vasodilatasi perifer, jantung unloaded (penurunan afterload) pada
Peningkatan curah jantung lanjut, penurun pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan derajad kogesti vascular pulmonal dan beratnnya gagal jantung ventrikel kiri), serta penurunan pada konsumsi oksigen miokard (Muttaqin, 2009:223).
            Bentuk terapi ini telah diketahui bermanfaat pada gagal jantung ringan sampai sedang serta gagal edema pulmonal akut berhubngan dengan infak miokard, gagal ventrikel kiri yang sulit sembuh kronis, dan kegagalan yang berhubungan dengan regurgitas mitral berat (Muttaqin, 2009:223).
            Saat ini terapi vasodilator parenteral (nitrogliserin parenteral atau nitropusid natrium) Memerlukan pemantauan hemodinamik yang kuat dari tekanan irisan arteri dan pulmonal (kanul arteri dan kateter swan-ganz) serta penggunaan pompa infuse untuk mentitrasi dengan cermat dosisi yang diberikan. Nitropusid harus digunakan pada perawatan. Terapi nitrat kerja panjang biasanya diberikan dengan salep nitrogliserin. Terapi nitrat jangka panjang tidak hanya menghilangkan gejala, tetapi tampak memperbaiki prognosis gagal jantung. Perubahan kerja jantung dengan menurunkan preload dan afterload di indikasikan pada gagal jantung, dan ada waktunya memungkinkan penghindaran obat-obattan yang meningkatkan kerja kontraksi miokard, agen intropik masih merupakan alat terapeutik penting (Muttaqin, 2009:223).
5.      Terapi Digoksin
Digoksin adalah sebuah obat yang dibuat dari tumbuhan Digitalis lanata. Digoksin terutama digunakan untuk meningkatkan kemampuan memompa (kontraksi) jantung pada keadaan gagal jantung serta menormalkan beberapa dysrhythmias (jenis denyut jantung abnormal) (bdk http://sumarheni.blogs.unhas.ac.id/2010/12/23/terapi-digoksin-untuk-gagal-jantung/).
Pemakaian dosis yang tinggi pada terapi digoksin bisa menimbulkan efek samping antara lain :
1.      Gangguan syaraf pusat : bingung, tidak nafu makan, disorientasi
2.      Gangguan saluran pencernaan : mual, muntah
3.      Gangguan ritme jantung
4.      Reaksi alergi pada kulit, biduran
5.      Terjadi ginekomastia (membesarnya payudara pria) tetapi jarang terjadi
Adapun mekanisme atau cara kerja terapi digoksin yaitu
dengan cara menghambat pompa Na-KATPase yang menghasilkan peningkatan natrium intracellular yang menyebabkan lemahnya pertukaran natrium atau kalium dan peningkatan kalsium intracellular. Hal tesebut dapat meningkatkan penyimpanan kalsium intracellular di sarcoplasmic reticulum pada otot jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalsium untuk memperkuat atau meningkatkan kontraksi otot. Ada dua efek terapi digoksin yaitu efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung yaitu menigkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek intropik positif). Hal tersebut terjadi berdasarkan penghambatan enzim Na+, K+-ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke intrasel. Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neorotransmiter (bdk           http://sumarheni.blogs.unhas.ac.id/2010/12/23/terapi-digoksin-untuk-gagal-jantung/).
Fungsi yang tepat dari terapi digoksin masih bertentangan terutama dengan adanya perbedaan pendapat pada resiko dengan keuntungan dari penggunaan obat secara rutin pada pasien dengan gagal jantung sistolik. Terapi tersebut terbukti dapat menurunkan jumlah pasien yang rawat inap, tetapi terapi tersebut tidak dapat menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup pasien gagal jantung. Banyak efek samping yang terjadi pada terapi digoksin dan peningkatan resiko konsentrasi terkait dengan toksisitas (bdk http://sumarheni.blogs.unhas.ac.id/2010/12/23/terapi-digoksin-untuk-gagal-jantung/).
II.                Terapi Non-Farmakologi
1.      Terapi Sel Induk
Sel induk mempunyai kemampuan unik yang tidak
dimiliki oleh sel lain. Sel induk mampu berubah menjadi sel lain, mampu berjalan menuju daerah yang mengalami kerusakan jaringan dan mampu bergabung dengan sel lain pada jaringa tersebut (bdk http://medicastore.com/seminar/36/Terapi_Sel_Induk_Untuk_Gagal_Jantung_di_Singapura.html).
Apabila sel induk disuntikkan ke jantung, sel ini dapat menuju ke jaringan yang rusak karena jaringan tersebut menghasilkan zat-zat kimia yang dapat menarik sel-sel tersebut. Sel induk dapat berubah menjadi sel pembuluh darah jantung atau sel otot jantung baru dan bergabung dengan sel lain yang ada ditempat tersebut (bdk http://medicastore.com/seminar/36/Terapi_Sel_Induk_Untuk_Gagal_Jantung_di_Singapura.html).

                 Cara atau mekanisme untuk terapi sel induk dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Menggunakan keteter melalui arteri femoral (pembuluh arteri di paha). Sebuah balon dikembangkan, melebarkan arteri yang dihalangi plak, kemudian siringe memasukkan sel-sel induk pada bagaian yang menderita kekurangan suplai darah.
b.       Menyuntikkan langsung sel-sel induk ke otot jantung dengan operasi kacil menggunakan teknik thorakoskopik, membuat tiga lubang kacil dibagiab kiri dada untuk masuk, kemudian sebuah jarum khusus disuntikkan langsung ke otot jantung. Sel-sel induk yang disuntikkan kemudian mulai terbagi, migrasi dan merangsang faktor pertumbuhan, memfasilitasi pembentukan pembuluh darah baru dan menarik sel-sel lain ke bagian yang dapat membangun otot        jantung (bdk http://medicastore.com/seminar/36/Terapi_Sel_Induk_Untuk_Gagal_Jantung_di_Singapura.html).
2.      Terapi Lintah
Lintah merupakan binatang yang apabila dilihat dari
bentuknya sangat menakutkan, akan tetapi sebenarnya lintah mempunyai khasiat yang besar untuk bidang kesehatan untuk menyembuhkan berbagai penyakit salah satunya adalah gagal jantung (bdk http://www.g-excess.com/health/terapi-lintah-obati-jantung-koroner.html).
Lintah yang digunakan sebagai terapi merupakan jenis Medicinalis yang berasal dari sungai atau hutan di daerah Aceh, karena lintah di sungai atau dihutan masih steril. Jika sulit untuk menemukan lintah di sungai atau hutan di daerah Aceh dapat menggunakan lintah Medicinalis yang diternakkan.
3.      Diet
Pembatasan asupan NaCl dan cairan, sertsa diet lain sesuai penyakit            dasar    (bdk http://siswa.univpancasila.ac.id/nufidwi/2010/11/24/terapi-gagal-jantung/).
4.      Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang dapat dilakukan unruk pasien
gagal jantung stabil yaitu dengan olah raga teratur seperti berjalan ata          bersepeda       
5.      Istirahat
Untuk pasien dengan gagal jantung akut dan tidak
stabil dianjurkan untuk istirahat lebih banyak (bdk http://siswa.univpancasila.ac.id/nufidwi/2010/11/24/terapi-gagal-jantung/).
6.      Bepergian
Untuk pasien dengan gagal jantung harus
menghindari tempat tinggi, panas dan lembab, serta penerbangan dengan jarak jauh (bdk http://siswa.univpancasila.ac.id/nufidwi/2010/11/24/terapi-gagal-jantung/).
7.      Hati-hati terhadap obat-obatan
Sebaiknya pasien gagal jantung tidak mengkonsumsi  obat tanpa resep dokter karena  berbahaya untuk kesehatan, contohnya NSAID, Coxib, kortikosteroid, dan lain-lain (bdk http://siswa.univpancasila.ac.id/nufidwi/2010/11/24/terapi-gagal-jantung/).












C.    Kesimpulan
Dengan adanya beberapa terapi gagal jantung, pasien dapat memilih salah satu terapi tersebut sesuai dengan gagal jantung yang di derita dan harus dengan resep serta petunjuk dokter khususnya untuk terapi farmakologi.
Adapun terapi selain terapi farmakolgi yaitu terapi non farmakologi. Terapi tersebut  sebagian dapat dilakukan sendiri
















DAFTAR PUSTAKA

Papadaksi, Maxine A, dkk. 2002. Diagnosis Terapi Kedokteran Penyakit Dalam. Ed. 1.  Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sisten Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika        
Asih, Niluh Gede Yasmin. 1993. Proses keperawatan dengan pasien gangguan system kardiovaskuler. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Gagal Jantung Kongestif. Dalam http://www.totalkesehatananda.com/congestiveheart7.html. Diakses Rabu 29 Desember 2010. Pukul 17.56

Nufdwi. 2010. Terapi Gagal Jantung. Dalam http://siswa.univpancasila.ac.id/nufidwi/2010/11/24/terapi-gagal-jantung/. Diakses Rabu 24 November 2010. Pukul 15.45

Sumarheni. 2010. Terapi Digoksin Untuk Gagal Jantung.  Dalam http://sumarheni.blogs.unhas.ac.id/2010/12/23/terapi-digoksin-untuk-gagal-jantung/ . Diakses Kamis 23 Desember 2010. Pukul  17.30
Terapi Sel Induk Untuk Gagal Jantung di Singapura. 2007. Dalam http://medicastore.com/seminar/36/Terapi_Sel_Induk_Untuk_Gagal_Jantung_di_Singapura.html. Diakses Sabtu 08 Januari 2011.Pukul 18.45
2010. Terapi Lintah Obati Jantung koroner. Dalam http://www.g-excess.com/health/terapi-lintah-obati-jantung-koroner.html. Diakses Senin 13 Desember 2010. Pukul 17.56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar